Menurut Fayakhun Andriadi pada masa Demokrasi
Terpimpin pun ternyata tidak semulus yang diharapkan. Periode labil ini justru
telah membubarkan partai Islam terbesar, Masyumi, karena dianggap ikut andil
dalam pemberontakan regional berideologi Islam. Bahkan, menurut Fayakhun Andriadi, Soekarno membatasi
kekuasaan partai politik yang ada serta mengusulkan agar rakyat menolak
partai-partai politik karena mereka menentang konsep musyawarah dan mufakat
yang terkandung dalam Pancasila. Menurut FayakhunAndriadi, Soekarno juga menganjurkan sebuah konsep yang dikenal dengan
NASAKOM yang berarti persatuan antara nasionalisme, agama dan komunisme.
Kepentingan politis dan ideologis yang saling bertentangan menimbulkan struktur
politik yang sangat labil sampai pada akhirnya melahirkan peristiwa G 30S/PKI
yang berakhir pada runtuhnya kekuasaan Orde Lama.
Selanjutnya pada masa
Orde Baru, menurut Fayakhun Andriadi
Soeharto berusaha meyakinkan bahwa rezim baru adalah pewaris sah dan
konstitusional dari presiden pertama. Soeharto mengambil Pancasila sebagai
dasar negara dan ini merupakan cara yang paling tepat untuk melegitimasi
kekuasaannya. Berbagai bentuk perdebatan bagi Fayakhun Andriadi ternyata tidak semakin membuat stabilitas negara
berjalan dengan baik, tetapi justru struktur politik labil yang semakin
mengedepan dikarenakan Soeharto seringkali mengulang pernyataan tegas bahwa
perjuangan Orde Baru hanyalah untuk melaksanakan Pancasila secara murni dan
konsekuen, yang berarti bahwa tidak boleh ada yang menafsirkan resmi tentang
Pancasila kecuali dari pemerintah yang berkuasa.
Pada masa reformasi
(setelah rezim Soeharto runtuh), menurut Fayakhun
Andriadi seolah menandai adanya jaman baru bagi perkembangan perpolitikan
nasional sebagai anti-tesis dari Orde Baru yang dianggap menindas dengan
konfrimitas ideologinya. Pada era ini menurut Fayakhun Andriadi timbul keingingan untuk membentuk masyarakat
sipil yang demokratis dan berkeadilan sosial tanpa kooptasi penuh dari negara.
Lepas kendalinya masyarakat seolah menjadi fenomena awal dari tragedi besar dan
konflik berkepanjangan. Tampaknya era ini mengulang problem perdebatan ideologi
yang terjadi pada masa Orde Lama, Orde Baru, yang berakhir dengan instabilitas
politik dan perekonomian secara mendasar. Berbagai bentuk interpretasi
monolitik selama ini menurut Fayakhun
Andriadi cenderung mengaburkan dan menguburkan makna substansial Pancasila
dan berakibat pada Pancasila yang menjadi sebuah mitos, selalu dipahami secara
politis-ideologis untuk kepentingan kekuasaan serta nilai-nilai dasar Pancasila
menjadi nilai yang distopia, bukan sekedar utopia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar