Senin, 12 Juni 2017

Fayakhun Andriadi Kritisi Pendidikan di Era Orde Baru



Pendidikan di era perjuangan kemerdekaan diakui oleh Fayakhun Andriadi, Ketua DPD Partai Golkar DIY, mampu melahirkan gerakan pembebasan yang ujungnya adalah kemerdekaan Indonesia. Fayakhun memberikan apresiasinya lewat ulasannya di akun kompasiana.com. Fayakhun menulis :
“Asupan pola pendidikan di era pergolakan kemerdekaan itulah yang mencirikan karakter bangsa di masa-masa awal kemerdekaan. Para pendiri bangsa yang merupakan tokoh-tokoh politik berkaliber internasional semisal Mohammad Natsir, Muhammad Yamin, Sutan Syahrir dan lain sebagainya adalah para cerdik pandai yang pernah mengenyam pendidikan formal maupun informal. Namun formalitas pendidikan yang mereka jalani mampu melahirkan nilai-nilai pembebasan bagi masyarakatnya.”
Hal inilah, yakni pendidikan untuk pembebasan, dalam pandangan Fayakhun tidak ditemukan di era setelahnya, terutama sejak era Orde Baru. Di era ini, menurutnya, pola pendidikan justru sangat diwarnai dengan aroma politisasi yang sangat kental. Kaum terdidik dan terpelajar lahir untuk dirinya sendiri, tidak hadir sebagai agen perubahan (agent of change) yang membawa idealisme kemajuan. Jika pun ada, maka karakter itu hanya muncul secara individual, tidak lahir dari sistem pendidikan yang disepakati dan dijadikan sebagai sistem pendidikan nasional.
Fayakhun mengutip Mochtar Buchori yang mengungkapkan sebuah fenomena historis terkait dengan pola pendidikan di Indonesia pada periode 1908-1945 dan 1959 dan 1998. Dalam periode 1908-1945 semangat pendidikan adalah "semangat melawan dan membebaskan". Sementara pada periode 1959-1998, semangat melawan dan membebaskan ini melemah secara sistematis, dan akhirnya menjadi lumpuh sama sekali. Semangat zaman yang ada selama Orde Baru ialah semangat "mengabdi penguasa".
Karena itu, Fayakhun menilai tidak sulit menyaksikan betapa kurikulum pendidikan menekankan pada hasil-hasil yang bersifat material. Hingga pada tahap tertentu mengklasifikasi anak didik dalam kategori-kategori tertentu berdasarkan nilai-nilai yang dihasilkan oleh anak didik. Sekolah menjadi lembaga pendidikan yang membagi masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial yang tidak egaliter dan cenderung diskriminatif.
“Sekolah dianggap sebagai lembaga pendidikan dalam era industri yang telah menjadi sedemikian mekanistik. Penyelenggaraan pendidikan oleh sekolah merupakan praksis yang tidak sebangun dengan pendidikan itu sendiri. Murid-murid kemudian mempunyai logika baru; belajar dianggap sebagai hasil proses pembelajaran yang diadakan oleh sekolah, semakin banyak pengajaran maka semakin banyak hasilnya, menambah materi maka akan semakin mempermudah keberhasilan,” pungkas Fayakhun menyesalkan pola pendidikan yang tidak lagi menjadi gerakan pembebasan bagi bangsa.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar